Gagal panen karena tikus adalah kesedihan besar bagi para petani.
Dalam semalam, hasil kerja berbulan-bulan bisa lenyap akibat serangan tikus. Tak hanya kerugian materi yang dirasakan, tapi juga kelelahan, waktu, dan harapan yang ikut hancur.
Sudah berbagai cara dicoba untuk menanggulangi serangan tikus—dari gropyokan yang menguras tenaga, racun yang berbahaya, emposan yang rumit, hingga penangkaran burung hantu yang tak kunjung efektif. Namun, hasilnya tetap sama: ladang rusak, panen gagal.
Di tengah kegelisahan ini, muncul secercah harapan dari kearifan lokal. Bioyoso, sebuah ramuan alami yang ditemukan oleh Mbah Yoso, menjadi solusi baru yang menjanjikan. Ramuan ini tidak hanya menyingkirkan tikus dari lahan, tetapi juga memutus rantai perkembangbiakan mereka secara ramah lingkungan dan berkelanjutan."
Bioyoso adalah ramuan alami yang dirancang sebagai umpan sistemik untuk hama tikus. Ketika tikus memakan umpan ini, efek yang ditimbulkan antara lain kemandulan, kerontokan gigi, dan akhirnya kematian dalam waktu sekitar dua minggu. Bioyoso sudah terbukti efektif di lahan pertanian milik Mbah Yoso dan telah digunakan oleh masyarakat sekitar.
Bioyoso berawal dari keprihatinan seorang petani senior bernama Yoso Martono Suyadi, atau yang lebih dikenal sebagai Mbah Yoso, yang tinggal di Desa Tegalsari, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo. Bertahun-tahun ia menyaksikan lahan pertanian miliknya dan milik tetangga-tetangganya hancur akibat serangan tikus yang tak kunjung bisa dikendalikan.
Berbekal pengetahuan tradisional dan kecintaannya pada pertanian, Mbah Yoso mulai bereksperimen dengan berbagai bahan alami yang tersedia di sekitarnya. Ia mencari alternatif yang tidak hanya efektif membasmi tikus, tetapi juga aman bagi tanah, tanaman, dan makhluk hidup lain di lingkungan tersebut. Setelah melalui berbagai percobaan, lahirlah sebuah ramuan unik yang kemudian diberi nama "Bioyoso"—singkatan dari 'Biologi Yoso'.
Ramuan ini pertama kali diuji di lahan miliknya, dan hasilnya sangat mengejutkan. Tikus yang mengonsumsi umpan Bioyoso mengalami kemandulan, kerontokan gigi, dan mati secara perlahan dalam dua minggu. Keberhasilan ini menyebar dari mulut ke mulut, dan para petani di sekitar mulai ikut menggunakan Bioyoso di lahan mereka.
Berbagai pihak, termasuk pemerintah, mulai melirik inovasi ini. Hingga akhirnya, pada 22 Juni 2022, Mbah Yoso dianugerahi penghargaan oleh Menteri Pertanian RI atas kontribusinya menciptakan pestisida nabati inovatif. Bioyoso kini dikenal sebagai solusi lokal yang berdampak nasional.
- 1 kg kulit pohon kamboja
- 1 kg umbi gadung
- 1 kg bekatul
- 1 kg ikan segar
- 10 butir ragi tape
- 1/4 kg beras
- Tumbu
- Plastik
- Alas penjemur
1. Rajang kasar kulit pohon kamboja.
2. Potong kecil umbi gadung.
3. Masukkan semua bahan ke dalam tumbu.
4. Tumbuk semua bahan hingga halus.
5. Bentuk adonan menjadi bulatan kecil menggunakan plastik.
6. Jemur hingga benar-benar kering.
7. Simpan dan aplikasikan Bioyoso dalam plastik saat siap digunakan.
Gadung
...
Kulit Pohon Kamboja
...
Proses Penumbukan Bahan
...
Hasil
...
Pada 22 Juni 2022, Mbah Yoso menerima penghargaan dari Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo. Ia diakui sebagai inovator dalam kategori pembuat pestisida nabati pemandul dan perontok gigi tikus. Inovasi Bioyoso kini menjadi bagian penting dari upaya mendukung pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Kabupaten Ngawi dan sekitarnya.
Dengan Bioyoso, para petani kini memiliki alternatif alami yang efektif untuk melindungi lahan mereka dari serangan tikus, tanpa merusak lingkungan. Inovasi lokal ini menjadi bukti bahwa solusi cerdas bisa lahir dari desa dan memberikan dampak nasional.